29 September 2009

MEMOIRS OF SMANRA

How to talk about something happened in the past?

Cukup susah juga. Mungkin juga karena kenangan yang dulu tidak indah, sekarang menjadi indah dan kenangan yang dulu indah, menjadi semakin indah. Memori-memori itu akhirnya menumpuk dan overload, karena bertambah banyak.
Kondisi overload inilah yang seringkali membuat sesuatu menjadi terlupakan karena tidak adanya sinergi komunikasi dan jalinan pertemuan yang intens baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sangat sayang bukan, ketika sebuah mata rantai harus hilang? Tapi semoga tidak akan terjadi untuk SMANRA.

SMANRA..
Mind set-ku hampir-hampir tidak menjamah lagi kata itu. Namun lebaran 2009 ini, memory statusku mengingatkan kata-kata itu lagi. Sekian tahun tidak bertemu..(maaf ya teman-teman, aku belum hobby berface book ria. Jadi aku anggap belum pernah bertemu deh..), sehingga hampir saja aku melupakan bahwa pernah ada kenangan indah masa-masa SMA beberapa tahun silam.
Padahal kepala juga tidak pernah “kejedug” lho..hehe.

Jika kita menutup mata dan berusaha melepaskan pemahaman atas siang atau malam, terang atau gelap, waktu atau ruang, mungkin kita bisa memahami betapa tidak nyatanya ruang dan waktu sesungguhnya. Mereka hidup di dalam jam dan kalender. Sebuah struktur yang diciptakan oleh manusia berdasarkan kesepakatan bersama.

Kalimat itu pernah saya tulis dalam posting artikel di blog ini beberapa bulan yang lampau. Namun, saya ingin menuliskannya kembali untuk mengingat memori SMANRA kembali.
Rasanya baru kemarin terjadi, tapi ternyata sudah lama sekali masa SMA itu berlalu.
Yang jelas..
Menjadi tua itu pasti, sedangkan menjadi dewasa itu pilihan..ha..ha..ha.
(Dagadu sekali yah..!!)


Ah, bingung berkata-kata.
Yang jelas, SMANRA adalah sebuah epistolary kehidupan masa remaja. Dan saya pernah ada di dalamnya.
Ada sebuah zest yang menyala, persahabatan bahkan ada kisah roman picisannya pula. Bahkan ada cerita dua pertempuran di sana. Satu pertempuran untuk keluar dari “dunia”, satu pertempuran untuk masuk ke dalamnya.
Bingung ya? Bukankah masa SMA itu penuh cita-cita, ambisi menang, dan sebagainya sebagai base hidup kita menjadi manusia dewasa.
Semua proses pendewasaan diri selanjutnya tentu saja akan berbeda satu sama lain.
Bisa jadi, ada teman yang cepat menikah sehingga dia didewasakan dengan cepat bertemu dengan polemik-polemik rumah tangga. Namun jika ada keikhlasan di sana, hal itu adalah sebuah keberuntungan. Sama sekali tidak akan rugi di kemudian hari.
Bisa jadi, untuk yang belum menikah, akan selalu ada harapan besar mendapatkan yang terbaik. Tuhan ingin mendewasakannya melalui proses sabar. Memberi dia kesempatan menikmati kesendiriannya dengan pengalaman hidupnya masing-masing. Baik yang standar-standar saja maupun yang spektakuler. Masing-masing mempunyai jalan cerita hidup sendiri-sendiri.

Sebuah zest yang menyala bagai bara api bahkan sangat mudah membakar apa saja jika tiupan angin menerpanya. Salah satu gambaran masa SMA.
hingga pada akhirnya harus terjadi gencatan senjata, seiring dengan bertambahnya usia dan kematangan emosional kita.
Saya berbicara dari sudut pandang pribadi, seperti apa yang saya rasakan. Saya yakin, pembaca yang pernah SMA terutama anak-anak SMANRA mengalaminya. Hanya saja, belum mengatakan atau menuliskannya menjadi sebuah epistolary story.


Sulit juga saya menuliskan memori indah SMANRA dengan lengkap, bahkan sesuai dengan pakem. Namun bagaimanapun saya menuliskannya, teman-teman alumnus SMANRA pasti sudah memahaminya. Karena tulisan ini aku persembahkan untuk kalian.
Anggaplah, sebagai buah tangan dari Palm Resto, hasil reunian kita..

I Will remember you all..

Tidak ada komentar: