31 Mei 2009

The Power Of Reality Show Programme


“Brakk..!”, terdengar suara gebrakan di meja dan teriakan makian dengan keras. Tak berapa lama, terlihat keributan, saling dorong bahkan adu pukul. Beberapa orang berseragam hitam, terlihat sibuk melerai. Ekspresi wajah menegang. Ada suara tangis ketakutan dan marah. Tak berapa lama, tampil host acara untuk menarasikan fragmen cerita yang terjadi.”

Itu antara lain sepenggal kisah drama reality show pada salah satu stasiun televisi swasta.

Di dunia nyata yaitu sebagai pemirsa, saya melihat ibu, kakak dan saudara yang lain terlihat serius melihat adegan demi adegan. Mata mereka bahkan hampir tak berkedip dari layar kaca. Ketika suasana yang digambarkan menegang, ekspresi mereka juga ikut menegang. Ketika suasana yang digambarkan menyentuh, mereka bahkan ikut meneteskan air mata dengan penuh keharuan. Setelah acara berakhirpun, mereka masih sibuk membahas babak demi babak dan masalah yang menjadi tema cerita drama tersebut.


Itulah salah satu fenomena yang terjadi sekarang ini. Drama reality show merebak di seluruh stasiun televisi. Dari tema “ecek-ecek” mengenai cinta monyet sampai kisah kehidupan yang sangat menyentuh. Mereka berlomba untuk mendapat rating tinggi, sehingga membuat drama kehidupan menjadi semakin dramatis.


Layaknya sinetron, drama reality show bisa juga menjadi semacam “jebakan laba-laba”, dimana penonton akan terjerat dengan jaring pesonanya untuk selalu mengikuti setiap episodenya. Tentu saja drama reality show berbeda dengan sinetron kita yang muatan “berguna”nya sangat buram. Sinetron seringkali lebih menampilkan penindasan, kekerasan, hedonisme dan karakter negatif yang lainnya. Sedangkan drama reality show masih mempunyai muatan “berguna” yang lebih kentara. Meskipun akting yang dilakukan oleh pemerannya kadang-kadang terlihat sangat berlebihan dan terlalu didramatisir.


Sisi positif drama reality show antara lain, pesan moral yang disampaikan dalam setiap judul reality show adalah kondisi masyarakat pada umumnya. Penonton diajak untuk lebih peka terhadap kondisi sosial, seperti misalnya dalam reality show minta tolong, bedah rumah, seandainya aku menjadi.., tukar nasib dan sebagainya. Penggambaran kisah cinta dan kehidupan yang variatif seperti dalam acara termehek-mehek, realigi, dan sejenisnya.

Meskipun nilai positifnya lebih baik dibanding sinetron, namun tentu saja akan selalu ada dampak negatifnya. Salah satunya pada kisah berikut:
Pada suatu hari, ketika saya sedang menunggu bus di depan sebuah bank swasta, ada seorang anak kurang lebih berumur 15 tahun-an menghampiri saya. Dengan muka memelas dia mengucapkan kata-kata yang sama persis dengan kalimat yang diucapkan pemeran dalam acara reality show “minta tolong”. Bahkan “atitude” dan intonasinya pun sama. (Mungkin tidak tulus sepertiny) karena ingin membuktikan apakah benar ada kamera crew “minta tolong”, saya memberikan sejumlah uang yang diminta oleh anak tersebut. Beberapa saat saya amati anak tersebut, ternyata dia juga meminta uang kepada orang-orang yang ditemui. Bahkan dia juga tidak sungkan meskipun saya sebagai korban pertama ada di situ. Di ujung jalan yang lain, saya melihat seorang laki-laki menunggunya untuk meminta setoran uang yang didapat anak tersebut.
Gile bener..! Sebuah modus operandi mengemis gaya baru rupanya. Mungkin ini adalah salah satu dampak negatifnya. Penyalahgunaan pesan oleh sebagian orang dengan tujuan pribadi, bahkan bisa jadi untuk menipu.


Saya punya pendapat subyektif lain tentang fenonema reality show ini dilihat dari faktor untung-rugi dan manfaat-tidaknya. Jika dilihat dari segi pengusaha pertelevisian, saya tidak bisa menyalahkan maraknya produksi reality show. Seorang pengusaha tentu saja bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Mereka akan berusaha “entry strategi” untuk bisa membidik pasar dan membuat konsumen kenal dengan “brand”nya. Semakin acara tersebut digemari, otomatis iklan pun akan berdatangan untuk mendaftar tampil. Sehingga kadang booming tema akan sama antara reality show yang satu dengan yang lain, tergantung selera pasar.

Dari segi konsumen, semua tergantung dari masing-masing individu. Selama kecanduan itu tidak membuat kegiatan positif lainnya terganggu, why not? Daripada kongkow-kongkow tak jelas di perempatan jalan sambil bergosip, “wasting time” tak jelas atau jalan-jalan ke mall tanpa tujuan yang akhirnya membuang-buang uang untuk shopping yang tidak penting, atau mungkin clubbing dalam suasana yang penuh maksiat, lebih baik di rumah, melihat acara drama reality show yang meskipun sedikit lebih membawa kondisi aman bagi konsumennya.

Pertanyaannya:
Tahukah penonton bahwa cerita tersebut sudah diskenariokan layaknya sinetron? Sebegitu hebatkah penghayatan mereka untuk memahami maksud cerita atau hanya pintarnya sutradara membuat suasana menjadi sangat dramatisir? Apakah pesan yang ingin disampaikan dalam drama reality show tersebut mengena pada penonton, atau hanya menjadi sekedar tontonan tanpa manfaat? Bagaimana dampak kepada masyarakat secara makro?


Penonton bukanlah manusia bodoh. Namun begitu, mereka juga tidak selalu manusia pintar. Mereka hanya kurang jeli dan teliti, sehingga kadang-kadang membodohkan diri dengan acara yang tidak bermutu. Oleh sebab itu, peran kritis Komite Penyiaran Indonesia (KPI) sangatlah dituntut. Peringatan bahkan pelarangan tayang dengan tegas untuk sebuah acara Penonton bukanlah manusia bodoh. Namun begitu, mereka juga tidak selalu manusia yang minimalis atau bahkan tidak punya muatan “berguna” harus diberlakukan. Bahkan kalau perlu sanksi berupa denda dengan nominal yang besar. Selain bisa membuat jera, produser pun akan berlomba menciptakan acara bermutu karena tidak mau didenda, juga bisa income tambahan untuk negara.

Bravo KPI!!



3 Hari Yang Indah

Jalan yang berkelok-kelok, hijau pepohonan sepanjang jalan dan indahnya kota Yogyakarta terlihat dari dalam bus yang membawa kami ke Wonosari, GunungKidul. Aku berada di antara mereka. Orang-orang yang baru aku kenal selama 7 hari dalam sebuah pelatihan yang diadakan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada.


Perjalanan dari Yogyakarta ke Wonosari tidak memakan waktu lama. Bus yang membawa kita berhenti di sebuah rumah sederhana berhalaman luas. Itu adalah rumah kita selama di Wonosari. Tuan rumah menyapa dan menyambut kami dengan ramah. Suasana terasa hangat. Apalagi teman-temanku rata-rata orang sunda yang tidak paham jawa, sehingga kadangkala “ketidaknyambungan” menjadikan suasana lebih semarak.


Langit sangat gelap. Hujan mengguyur sejak tadi sore.Jalanan terlihat sepi. Sesekali kilat menyambar, petir dan guntur saling bergantian terdengar. Sangat mencekam menurutku. Apalagi listrik juga dipadamkan dari pusatnya. Lilin yang ada juga terbatas. Kami bersama-sama menikmati cahaya kecil dari lilin itu meskipun nanti akhirnya sang lilin akan padam karena meleleh. Allah tahu, aku sangat takut dengan suasana itu. Tapi itu bukanlah hal penting, aku akan tetap menikmati suasana bersama mereka tanpa ada keluhan. Kesenyapan hati karena ketakutanku tidaklah menjadi gangguan terhadap kesemarakan kami meskipun hanya dengan setitik lentera lilin.

We are together..


Aku jatuhcinta..
Jangan salahsangka terlalu jauh. Aku jatuh cinta dengan suasana, karena aku bisa tertawa bahagia. Fasilitas yang minimalis tidak menciptakan suatu keluhan sama sekali. Kami tetap bisa menikmati. Bahkan arogansi seorang “oknum” yang merasa lebih pintar dan pengalaman, sehingga terasa semena-mena oleh sebagian besar teman yang lain, bukanlah suatu yang membuat kita untuk tidak menikmati suasana.


Ah sudahlah, rasa bahagia ini memang khas aku miliki. Semua akan menjadi kenangan indah. Dan mungkin bila nanti, kita akan bertemu lagi..?? 3 hari yang Indah.


(Didedikasikan kepada Santi, Isti, Dhimas, Fauzy,
Nanang, Rahmat, Supri, Yoga dan Lilik, dan Johan)

28 Mei 2009

Facebook Haram?

"Facebook haram jika digunakan berlebihan, bergosip, tebar pesona dll yang negatif..bla..bal..bla"
Mungkin berita ini disetujui oleh pihak satu tapi tidak disetujui oleh pihak yang lainnya. Tinggal bagaimana cara pandang dan penangkapan maksud dan tujuan berita "pengharaman" ini pada masing-masing individu.

Kalau aku pribadi..
1. Secara, memang tidak begitu hobi berfacebook atau berfriendster(dulu ketika friendster booming). Alasannya gak neko-neko dengan teori dan dalil yang berat sih yaitu kontrol duit biar gak kecanduan ngenet..(kurang ngeri dan keren ya alasannya?hihihi..). Jadi biar keren, dikasih alasan MANAGEMEN WAKTU DAN FINANSIAL saja..hehe.
2. Aku tidak menolak facebook, toh dengan facebook aku bisa tahu kondisi teman-teman yang mungkin sudah entah dimana rimba bodynya. begitu "search"..eh, bisa liat senyum manisnya lagi..(ciee..!).
3. Aku lebih suka eksis di dunia maya dengan BLOG, lebih luas lahan untuk ngomong sendirian gitu lo..(tapi bukan gila lo mbak/mas, meski ngomong sendirian begitcu..hehehe!)

Whatever deh, semua hal kembali ke pribadi masing-masing. Facebook tidak selalu negatif, bisa juga tidak selalu positif. Tapi akan lebih baik jika kita menggunakan Facebook untuk yang positif-positif aja.
Kalau ada pilihan positif, kenapa pilih yang negatif?

(Setujuuu..!!!)

25 Mei 2009

Sepucuk Surat Perasaan


Seringkali beban menumpuk dalam pikiran kita. Ketika beban itu bisa disharingkan dengan orang yang tepat, bukan menjadi persoalan. Tapi lain halnya ketika kita berbagi perasaan dengan orang yang justru membuat jengkel. Daripada menambah prosentase perasaan negatif karena jengkel, lebih baik kita menulis sepucuk surat perasaan untuk memproses, menyembuhkan dan melepaskan energi negatif tersebut. Berbuatlah seolah-olah menyampaikan semua perasaan yang telah membuat hati jengkel dan bahwa si pembuat jengkel sedang mendengarkan. Luangkan beberapa menit untuk menempuh setiap tingkat surat untuk merasa lebih nyaman.

Contoh :

Dear __________________________

Aku marah, frustasi dan jengkel karena ……………………………………………………..

Aku sedih, kecewa dan terluka karena ……………………………………………………....

Aku khawatir, cemas dan takut karena ……………………………………………………...

Aku menyesal, terganggu dan sungkan karena ……………………………………………

Aku mengerti, percaya,memaafkan dan berterimakasih kepadamu atas …………………..................................................................................................................

Bila merasa perlu memarahi seseorang, memaki atau menghajarnya, bukan hanya itu sebuah tindakan semena-mena namun akan membuat ketidaknyamanan untuk diri kita sendiri. Jangan harap dia akan bersimpati dengan kemelut emosi yang kita rasakan. Justru akan memperlarut keadaan.

Bila sepucuk surat perasaan belum juga menciptakan perasaan mengampuni kita muncul, tulislah sepucuk surat tanggapan balasan. Dalam surat tanggapan balasan tersebut, katakan semua jawaban yang ingin kita dengarkan. Tulislah semua pengakuan salahnya, Permintaan maafnya, tulislah bagaimana penyesalan yang dia rasakan, tulislah bahwa dia merasa sangat rendah di hadapan kita, dan sebagainya. Sepucuk surat perasaan dan sepucuk surat tanggapan balasan, akan membantu kita bagaimana cara memaafkan tanpa repot dengan sikap si pembuat jengkel. Karena Orang tersebut bukan orang yang layak kita dipikirkan.






22 Mei 2009

Dunia Antara Tangis Dan Tawa

Oleh: SOFIA



Setiap kehidupan tidak akan pernah lepas dari musibah dan nikmat. Jika kita selidiki kehidupan seluruh manusia di dunia, pasti akan kita lihat begitu banyak ragam musibah yang terjadi dalam kehidupan ini. Kebahagiaan di dunia hanyalah sebuah mimpi, dimana ketika kita sudah bangun, mimpi itu akan menguap seiring perjalanan jarum jam. Setiap kali mengisi hari dengan keceriaan, maka suatu hari lagi juga akan terisi dengan kemurungan. Ibnu Mas’ud menyatakan:

“ Setiap kegembiraan itu pasti menyimpan kesusahan. Setiap rumah yang terisi dengan kegembiraan pasti juga akan terisi dengan kesedihan”

Melihat fenomena yang terjadi baru-baru ini yaitu jatuhnya pesawat hercules di Madiun, Jawa Timur adalah sebuah contoh nyata. Berita kematian yang tragis tentu saja akan mengiris hati sanak keluarga para korban. Tapi, mungkin Allah sudah membuat suatu rencana untuk mereka baik korban atau keluarga korban. Musibah, sunatullah yang berlaku untuk semua hamba Allah. Meski pahit terasa, namun semuanya terjadi dengan keadilan dan ketinggian kuasanya untuk memberi suatu hikmah. Musibah biasanya menorehkan luka dalam. Namun, luka harus disembuhkan dan jangan dibiarkan terus menganga. Duka yang dipelihara adalah penyakit hati yang harus dienyahkan.

Praktekkan dan pahami doa Rasulullah ini :

“ Setiap orang yang terkena musibah lalu mengucapkan Inna Lilllahi Wa Inna Ilaihi Roji’un (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali). Ya Allah berikan kepadaku pahala atas musibah yang menimpaku ini dan berikan kepadaku ganti yang lebih baik darinya. “

Bagaimanapun sabar adalah puncaknya. Memandang musibah itu sendiri, sehingga menyadari kalau Allah menyediakan esuatu yang lebih kekal dari musibah itu. Bila kita rela dan bersabar, tentu saja kita akan mendapatkan kebaikan yang berlipat-lipat dari Allah dibandingkan musibah itu sendiri. Bahkan jika Allah berkehendak, Dia akan menciptakan yang lebih agung sebagai pengganti.


Tahukah dikau wahai sahabatku, bahwa kesabaran yang sesunguhnya adalah pada saat benturan musibah pertamakali.

20 Mei 2009

Ketika Perjalanan Terhenti Suatu Saat Nanti

Suatu hari, Jibril datang menemui Rasul dengan membawa sebuah nasehat yang sangat berharga.
"Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau akan mati. Berbuatlah sesukamu, sesungguhnya engkau akan dibalas menurut perbuatanmu itu. Cintailah siapa yang engkau kehendaki, sesungguhnya engkau akan dipisahkan. Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin itu karena sholat malamnya dan kebesarannya ialah tidak butuhnya dengan sesama manusia."

Hidup adalah sebuah perjalanan panjang. Stasiun awal adalah kelahiran, stasiun berikutnya kematian, stasiun berikutnya lagi dalah perhitungan amal. Hingga akhirnya sampai di stasiun pemberhentian terakhir yaitu firdaus yang indah atau neraka yang panas.

Hidup ini adalah perjalanan panjang. Tempat setiap manusia menggantungkan harapan, kesenangan dan keinginan hidup. Tetapi pada prakteknya, banyak dari keinginan itu yang melampaui batas kebolehannya. Bahkan melampaui melanggar batas kehalalannya.

Alangkah cepat hidup ini. Segalanya datang dan pergi dengan tiba-tiba. Kematian memang menyesakkan meski untuk sekedar dibicarakan. Tetapi dengan mengingat kematian, akan memberi peringatan yang kuat dan manfaat yang besar. Tentu bila dilakukan dengan sungguh-sungguh.

"Ingatlah selalu saat kepergian itu, agar kita selalu berada di jalur hidup yang lurus"