07 Februari 2010

Otak VS Hati (Sebuah Persahabatan)


Pada suatu hari, aku sedang menikmati “makanan” sehatku. Tanpa sengaja, aku mendengar percakapan “Sahabat”ku dengan kekasihnya. Tidak sengaja aku menguping, hanya kebetulan mendengar.
Sang kekasih “Sahabat”ku berkata dengan lembut pada “Sahabat”ku, ”Tampillah apa adanya..! Karena aku menyukaimu yang apa adanya..”

Indah sekali, bukan?

Beberapa saat kemudian setelah Sang Kekasih pulang, “Sahabat”ku menemuiku dengan binaran-binaran cahaya di matanya. Terlihat berseri-seri..bertambah “cantik”. Aku tahu, sahabatku memang selalu nampak “cantik”..

Aku letakkan “makanan sehat”ku untuk menyapa kedatangan “Sahabat”ku ini..
“ Kamu tampak berseri sekali saat ini. Apakah karena kekasihmu?”

“Sahabat”ku mengangguk..
 “ Tentu saja. Dia terlihat sangat mencintaiku..”

Tentu saja, aku turut bahagia mendengarnya..

“Sahabat”ku melanjutkan kalimatnya..
 “ Dia berpesan kepadaku untuk selalu tampil apa adanya..”

Aku menanggapinya..
“ Oya? Menurutmu, kamu akan lakukan itu..?”

Dia menjawab dengan binaran indahnya..
“ Tentu saja..! aku mencintainya..”

Aku menganggukkan kepalaku untuk memberikan applaus dengan keputusannya itu..
“ Memang seharusnya. Kamu harus selalu tampil apa adanya..”

Setelah diam sejenak, “Sahabat”ku mulai mengalihkan matanya benar-benar mengarah pada diriku..
“ Selama ini, akulah yang selalu bercerita padamu. Aku ingin sekali mendengar cerita-ceritamu..”

Aku mulai tertarik dengan permintaannya..
“ Ceritaku? Apa yang kauketahui tentang aku..?” Tanyaku berbalik arah.
Aku dan “Sahabat”ku memang sangat dekat, tak bisa dipisahkan. Tapi dia tidak selalu tahu aku, sedangkan aku selalu tahu dia..

Kening “Sahabat”ku mulai mengernyit..
“ Setahuku, kamu jauh lebih baik dari aku. Kamu selalu membuatku menjadi baik-baik saja. Apa rahasiamu..?” Tanyanya.

Aku tersenyum sekilas..
“ Rahasiaku sangat mudah, yaitu aku tidak pernah tampil apa adanya..”

“Sahabat”ku terkejut dengan jawaban itu..
“ Aku tidak paham..”

Aku tersenyum kembali. “Sahabat”ku yang “cantik” ini seringkali menjadi sangat naif. Entah naif, entah bodoh, entah benar-benar polos..

Aku mulai menjelaskan..
“ Aku tidak memakai pedoman Be myself, tapi aku memilih kalimat nyaman untuk semua hal yang aku lakukan. Jika aku nyaman ketika aku menjadi diriku sendiri, aku akan lakukan. Tetapi ketika aku nyaman saat harus berlaku seperti orang lain dan melupakan keberadaan diriku sejenak atau sekedar tidak tampil apa adanya diriku, aku akan lakukan itu. Namun, bukan berarti aku memakai “topeng”.
Aku hanya mengambil pilihan “nyaman”..
Aku bisa menjadi baik..baik sekali. Tapi aku juga bisa jahat, namun hanya sejahat yang aku mau.
Aku melakukan sesuatu, karena aku suka melakukannya.
Kenapa aku begitu? Karena aku tahu kelemahan diriku sendiri. Aku rasa, tidak semua orang bisa menerima, ketika aku tampil apa adanya. Bahkan bisa-bisa, mereka yang jahat akan menggunakan kelemahanku itu untuk membuatku tidak nyaman.

“Sahabat”ku menanggapi..
“ Bisa berikan aku contoh..?”

Aku mengangguk..
“ Contoh mudah dalam hal sehari-hari yang sangat sepele dan bisa dilihat...Aku suka berparfum, aku suka tampil “tidak ala kadar”nya ketika siap bertemu orang, aku tidak suka memakai sandal jepit kamar mandi ketika keluar rumah, aku suka aksesoris jam tangan, aku suka menghiasi jemariku, dan sebagainya. Aku lakukan karena aku menikmatinya. Tanpa peduli ada permintaan dari siapapun.
Aku merasa nyaman dengan penampilanku, sehingga aku bisa tersenyum ramah. Efeknya,  orang lain juga akan ramah kepadaku. Lebih jauh, aku merasa diterima dengan tampilan awal itu.
Menurutku, sebuah kesan pada pandangan pertama itu penting menurutku. Setelah melihat, mereka baru akan mengenal bagaimana diriku yang sebenarnya. Saat itulah aku membutuhkanmu orang sepertimu, “Sahabat”ku..
Contoh lainnya, tentu saja masih banyak..
 
“Sahabat”ku menganggukkan kepalanya..
“ Apakah kekasihmu pernah memintamu untuk berubah..atau seperti kekasihku yang selalu meminta aku untuk tampil apa adanya..?”

Aku mengangguk dan tersenyum..
“ Aku dengan kekasihku, aku dengan saudaraku, atau bahkan aku dengan orangtuaku sekalipun adalah sebuah kesatuan yang tetap berdiri sendiri-sendiri meskipun bisa jadi ada pertautan darah atau hati di sana.
Selama aku melakukan hal positif, kenapa tidak jika aku mengambil pilihan untuk menjadi diriku, yang aku rasa adalah diriku dalam kondisi yang terbaik..
Mereka tidak selalu menyertai tiap detik kita bukan?

“Sahabat”ku mengangguk..
“ Menurutmu aku salah jika aku tampil apa adanya aku?”

Aku menjawab..
“`Sama sekali tidak salah. Memang seharusnya begitu..
Semua hal memang bisa berubah. Begitu juga dengan diriku. Hanya saja, jika diriku berubah, aku tetap merasa nyaman dengan perubahan itu. Tentu saja, perubahan ke arah yang lebih baik.
Satu lagi, “Sahabat”ku..
Aku tidak ingin menghancurkanmu, dengan cara  aku menyerupai dirimu 100%..”





Untuk Aku-sebuah otak yang berharga,
 untuk “Sahabat”ku-sebuah hati yang bernuansa






Tidak ada komentar: