01 November 2009

Aku Dan “Temanku”

Teman-teman pernah merasakan tidak, bahwa..
Seringkali orang lain justru terasa lebih dekat di hati dibandingkan dengan saudara kita sendiri.
Seringkali orang lain justru lebih tulus kepada kita dibanding saudara kita sendiri.
Padahal, yang namanya saudara baik seayah ibu, sekakek-nenek atau sebuyut, katanya memiliki ikatan darah.
Tapi kenapa ikatan HATI lebih kuat dibanding ikatan DARAH?
Ah, mungkin hati sudah menjalankan otonomi daerah kali, sehingga faktor darah tidak terlalu bisa intervensi.
Ingat, hati di sini adalah hati = heart/qolbu lho bukan hati = lever..

Pada suatu hari, “temanku” datang kepadaku. Matanya berbinar, bibirnya bergerak-gerak seakan ingin cepat-cepat menyampaikan sesuatu kepadaku. Aku menatap wajah “temanku” ini. Terlihat berbeda dari biasanya..sangat cerah!

Aku bertanya sambil lepas memperhatikan wajah “temanku” itu, “ Hey..ada yang membuatmu bahagia hari ini?”
“Temanku” menjawab, “ Yah..aku ingin menceritakan sesuatu padamu.”
Aku mengangguk tanda setuju mendengarkan, “ Ok, silahkan..!”

“Temanku” menata nafasnya dan mulai bercerita padaku..

Aku mau bercerita tentang seorang “oknum” spesial yang menambah semarak dunia ceriaku.
Panggil saja namanya Mas Rakai, bukan nama sebenarnya, hanya karena nama itulah yang dia mau. Dia sangat menyukai kisah-kisah sejarah kuno..Majapahit, Mataram, dan sejenisnyalah.
Emmhh..
Sebenarnya Mas Rakai-ku punya nama yang indah sekali. Tapi dia pelit. Konon cerita, dia tidak mau namanya diketahui orang, mungkin takut dicontek kali..hehe.

“Temanku” menarik nafas sesaat sebelum melanjutkan ceritanya, sedangkan Aku tetap diam mendengarkan..

Mas Rakai adalah kakak-ku yang baru aku “temukan” di tahun ini. Beli bensin, tak punya kembalian..dikasih deh dia, hehe bukan ding..becanda!
Sekarang..
Aku mau kenalkan kakak-ku ini padamu. Kalau ada kata narsisnya, jangan langsung percaya ya.

Aku menyelanya, “Narsis? Seperti apa misalnya?”

“Temanku” menjawab selaanku..

Salah satunya adalah bahwa Mas Rakai-ku sangat ganteng. Bahkan Miyabi pun kalah ganteng..(Btw, emang Miyabi ganteng?hehehe..)

Aku tergelak..” Sudah ah becandanya, capek..!”

“Temanku” mengangguk. Diam sebentar kemudian kembali bercerita..

So far..
Ada banyak hal aneh yang aku temukan pada diri Mas Rakai-ku ini. Seperti de javu rasanya. Banyak “kebetulan” kisah terjadi.  Tapi, aku tidak bisa berbagi semuanya dengan detil sekarang.
Jika diceritakan semua, mungkin akan menjadi sebuah ontologi atau malah menjadi novel nantinya.
Aku juga heran, kenapa begitu banyak hal kebetulan terjadi. Apa mungkin Allah hanya copy paste ketika nulis skenario ceritanya ya..(Ups, Astaghfirullah! Tentu saja tidak).
Amazing sekali, ketika mendengar dan merunut kisah-kisah Mas Rakai dan kisah-kisahku sendiri di zaman lampau.
Seringkali, akan keluar kata “ Ah, masa. Kok bisa ya?” ketika kita berbagi cerita kehidupan kita tempo dulu. Memang bukan seluruhnya. But, its still amazing. 
Unik sekali, seperti cerita sebuah reinkarnasi yang tidak boleh aku percaya.


Kakak-ku yang baik hati ini..
Sampai aku menulis tulisan ini, sense of care-nya Mas Rakai, kakak-ku ini masih tinggi. Semoga akan selalu begitu. Secara, dia bisa membuat aku “ngakak” total maupun “serius” minta ampun bahkan melankolis.
Komplit, sesuai waktunya. Meskipun hanya melalui tulisan-tulisannya.

Aku kembali menyela cerita “temanku” itu.
“Bagimana dengan karakternya?”, Tanyaku.

“Temanku” tersenyum. Dia kembali bicara.

A dagger can be concealed in a smile..
Ibarat pisau belati yang tersembunyi di balik senyum menawan hati..itulah Mas Rakai, kakak-ku. Sesuatu tidak selalu sama dengan yang ditampilkan.
Sepahit apapun hatinya, dia akan tetap tampil dengan senyum khasnya. Selalu ceria.
Cukup susah menebaknya. Tapi aku mencoba melihat mata dan cara tersenyumnya, untuk mengetahui kondisi hatinya. Meskipun tidak detil-detil amat, cukup bisa ketahuan. Dia sangat lihai menutupi kondisi hatinya.

Kakak-ku ini..
Adalah seorang berkarakter plegmatis. Sejauh pengamatanku, dia introvert dan low profile. Dia mudah menyesuaikan diri dengan orang lain,dapat juga menjadi pendengar yang baik. Seorang yang relatif santai dan tidak begitu menyukai konflik.
Namun, dia juga seorang yang kurang menyukai perubahan dan agak sulit mengambil keputusan .
Benar tidaknya, Wallohu A’lam..aku hanya mendeskripsikan kakak-ku ini.


Tiba-tiba wajah “Temanku” melesu. Mata yang tadi berbinar, sekarang meredup. Aku membiarkannya untuk diam sesaat tanpa menanyakan apapun pada “Temanku”. Tak berapa lama, “Temanku” kembali melanjutkan kisahnya..

Ketika Mas Rakai pergi..
Aku belum tahu, apakah kalimat tersebut akan ada atau tidak. Pasti akan sangat menyedihkan untukku, jika akhirnya kalimat itu ada. Akan sangat kehilangan, ketika aku hanya bisa menatap “punggung”nya yang berlalu meninggalkanku. Aku bahkan tidak ingin kalimat itu ada. Naif sekali, bukan? Memang seberapa pentingnya aku? Aku hanya ingin rasa peduli dan kasih sayang, dimana akiu merasa punya tempat berlindung dan berbagi ceritaku hari ini.
Ah, aku memang naif sekali.
Sampai aku menyadari, bahwa bukankah setiap perjamuan akan selalu ada akhir sebelum berganti hari menuju perjamuan selanjutnya?
Akhirnya, aku hanya bisa berharap, kakak-ku ini akan selalu bahagia dalam hidupnya, seperti aku mengharapkan kebahagiaan dalam kehidupanku.
Aku ingin mengatakan padanya, bahwa dia sangat beruntung..

Beberapa saat suasana menjadi sunyi. “Temanku” sudah menyelesaikan ceritanya. Dia menatapku, untuk menunggu komentar dariku.

“Ah, rupanya kamu sangat bahagia dengan kehadirannya. Apakah dia juga merasakan hal yang sama seperti yang kau rasakan?”, Tanyaku.

“Temanku” menjawab pelan, “ Aku tidak tahu. Aku cukup bahagia merasa punya kakak laki-laki. Itu saja. Jika dia tidak pernah menganggapku, aku tidak bisa memaksanya.”

Aku tersenyum dan menggenggam tangan “Temanku” tersebut. “Aku turut bahagia jika dikau merasa bahagia.”
Rona muka “Temanku” berbinar mendengarnya.“ Kamu memang teman terbaikku..!” Jawab “Temanku”.
Setelah itu, kami diam dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang dipikirkan “Temanku”, tidak bisa ditebak selain wajah binar bahagianya yang terlihat di mataku.

Pikiranku melayang-layang sendiri mencari kesimpulan..
Sempurna sekali, jika Mas Rakai bisa benar-benar bisa mengisi satu celah kosong hati “Temanku” yang berharap sebuah kasih sayang tulus tanpa pamrih. Bahkan, bisa membuat “Temanku” tertawa relax, curhat serius bahkan melankolis. Mungkinkah dia bisa menjadi teman seutuhnya. Bukan sekedar teman di saat suka, tapi juga di saat sedih.
Apakah benar seperti itu?

Aku menghela nafas panjang, menghilangkan opini-opiniku sendiri.
“Ah, semoga saja..!” Bisikku dalam hati. Aku berdiri, pamit pada “Temanku” dan beranjak pergi.
Aku cukup bahagia melihat “Temanku” bahagia.
Ibarat lilin..
Ribuan lilin menyala berasal dari satu lilin. Umur lilin tidak akan menjadi pendek meskipun batangnya telah habis digerus api.
Kebahagiaan tidak akan habis meskipun telah dibagikan..

Satu lagi..
Kebahagiaan bisa terjadi bila kita percaya sepenuhnya bahwa kebahagiaan itu nyata dan ada. Dan kita harus percaya..
Altough the processe like The foolish old man removes a mountain..



“Temanku” adalah sahabat terbaik dari Aku, yaitu diriku sendiri
Didedikasikan untuk seorang "kakak" yang tidak mau disebutkan namanya, thanks for all



1 komentar:

MONOKROM mengatakan...

HALLO SALAM KENAL MBAK...
POSTINGAN YANG SANGAT BAGUS!

BETUL, KEBAHAGIAN AKAN MUDAH KITA NIKMATI KETIKA HATI KITA TELAH RELA, TELAH LEGOWO, NARIMAH ING PANDUM HEHHEHHEHH...SEMOGA BENAR!