06 Juli 2009

Me and Soccer


Dua belas tahun yang lampau, saya hanya mengenal nama Juergen Klinsman dalam dunia sepakbola. Mungkin karena dia cakep, sporty dan menarik di mata saya waktu itu. Phisically ya? Whateverlah, namanya juga anak baru gede. Yang jelas, karena ada dia, saya mengenal sepakbola.

Seperti dunia “anak baru gede” yang histeris ketika band favoritnya sedang show di panggung deh pokoknya. Sangat sederhana kan..


Level menyukai sepakbola dari mengidolakan salah satu personalnya, belum membuat saya bisa menyukai ketika melihat pertandingan sepakbola. Menurut saya waktu itu, sepakbola itu membosankan. Bayangkan 2 x 45 menit, harus pantengin mata ke layar tv demi melihat orang rebutan bola.

Huah..apa asyiknya. Kenapa tidak dikasih satu-satu saja agar bisa nendang tanpa rebutan. Haha..joke klasik!

Tapi seiring perkembangannya, ternyata opini pribadi bahwa “sepakbola itu membosankan” patah dengan sendirinya. Ada sebab awalnya juga sih..

Terjadi ketika mental saya sedang dam kondisi futur berat. Entah di tahun berapa terjadinya. Namun yang terjadi pada saya saat itu adalah, semua hal menjadi terasa menjenuhkan dalam kehidupan saya. Semua aktivitas terasa membosankan.


Saya insomnia karena kegelisahan tanpa sebab jelas. Iseng-iseng saya tonton siaran live sepakbola di tv, dengan mendukung salah satu tim yang bermain. Fokus terhadap pertandingan dari A-Z. Waww, ternyata membuat adrenalin cukup meninggi. Jengkel ketika pihak lawan berhasil menguasai permainan, semangat dan senang ketika tim yang saya dukung berada diatas angin. 2x45 menit, saya habiskan di depan tv.

Saya berteriak lepas ketika gol diciptakan oleh salah satu pemain tim yang saya dukung. Apalagi ketika tim saya menang. Rasa deg-degan 90 menit tadi terhapus sudah. Sangat lega.

Ternyata oh ternyata, sepakbola bisa berfungsi sebagai sarana pelepasan stress juga. Berlebihan? Ah, tidak..karena ini nyata terjadi.


Moment piala dunia 2004..
Awalnya hanya sekedar ikut arus euforia sepakbola 4 tahunan tersebut. Saya mengikuti setiap kualifikasi dari awal dengan menjagokan jerman sebagai juara. Tetap Jerman Cuma bedanya, saya menjagokan Jerman secara utuh, tidak sekedar melihat pesona Klinsman. Mau bukti? Saya suka dengan oliver khan (Huu.. sama aja dong!)

Eits, jelas tidak dong. Coba dibandingkan dengan isi paragraf pertama artikel ini tentang alasannya saya menyukai Klinsman yaitu phisically. Sedangkan Oliver Khan, alasannya adalah dia unik. Meski body seperti robot, tapi tangkapan jarang meleset. Kalau meleset mah, kecelakaan aja..hehe.

Satu lagi, dalam posisi kiper dia bisa sebagai kapten tim. Kan jarang atuh..


Piala dunia 2006..
Tetap dukung Jerman. Bahkan karena maniaknya, saya sampai jengkel dengan Italia karena menggagalkan kemenangan jerman untuk menjadi juara. Pakai acara sedih sepanjang hari juga lho..olala.
Tapi untunglah, Jerman masuk ke 3 besar, lumayanlah.


Tidak selalu Jerman..
Ada kalanya pindah ke lain hati. Buktinya, dalam Euro Cup 2008 kemarin saya jagoin Spanyol dan wuuzz..lancar bener dia jadi juara. Wiii..happy sepanjang hari eui..!!


Meskipun..
Akhirnya, Jerman belum berhasil jadi juara atau Spanyol yang berjasil jadi juara euro cup.


Namun satu point untuk saya, saya menjadii paham tentang sepak bola. Misalnya, kapan terjadi corner, pinalty, off side, bahkan ketika pemain melakukan diving, ekspresi emosi pemain, selebrasi ketika gol terjadi dan sebagainya. Meskipun sepele bagi orang-orang yang sudah tahu, tapi merupakan peningkatan ilmu plus hiburan tersendiri untuk saya.


You’ll Never Walk Alone..

Tidak sekedar judul lagu kebangsaan tim yang sekarang menjadi tim favorit saya, Liverpool. Namun, kalimat itu adalah salah satu syarat sah-nya sepakbola. Lho, kok bisa?

Karena tidak mungkin sepak bola itu bermain sendiri. Ada 20 orang di dalam lapangan, 2 kiper, 1 wasit dan beberapa hakim garis..(benar kan? Haha..just joke).


You’ll Never Walk Alone..

Ada kerjasama yang harus diciptakan agar permainan menjadi bagus dan kemenangan bisa terjadi. Sebuah wacana, dimana kita harus bisa berja sendiri namun juga bekerja dalam sebuah teamwork.

Dalam sepekbola, tidak ada yang tidak mungkin. Seperti gelindingan nasib. Sebuah ketidakpastian tergambarkan di sana. Bisa jadi di atas kertas menang, namun justru hasil yang terjadi adalah sebaliknyan.
Bukankah seperti sebuah nasib? Bisa jadi perencanaan hidup kita matang untuk mendapatkan hasil yang sempurna, Namun Allah menciptakan skenario berbeda sehingga hasil yang terlihat oleh mata manusia adalah kegagalan.


Bola itu bulat..
Sebuah tendangan akan menentukan arah dia menggelinding. Jika arah tendangan itu salah, maka arah bola juga bisa salah dan menjauh dari gawang lawan. Begitu juga dengan kehidupan. Ketika arah yang kita tuju tidak fokus, maka akan terjadi bias yang tak jelas dalam hidup..


Terlalu rumit untuk menganalogikan sepakbola dengan jalan kehidupan? Ah, tidak juga.

Yang jelas, ada dua pasal yang harus dipenuhi ketika melihat sepakbola..

Pasal pertama adalah, jangan memandang pertandingan sepakbola dari sudut pandang filsafat. Jika itu terjadi, anda bisa dianggap kurang 1 ons otaknya lho. Kok bisa? Bayangin aja, ketika yang lain sedang heboh dengan pertandingan atau memberi support pada tim favorit, eh kita malah diam merenung untuk memikirkan, “kenapa bola itu bulat?”. Kalau kotak mah, berarti bola tidak lolos QC-nya pabrik kali yaa..hehe.
Pasal kedua, yaitu siapkan mata, stamina, camilan dan minuman. Dan pilih salah satu tim yang didukung. Kalau bingung mah..jagoin wasit aja..hehehe!!


Bagaimanapun kisah tentang sepakbola. Sekarang yang terjadi di hati saya mah tetep Bravo Liverpool wae..

You’ll Never Walk Alone..!!!

Tidak ada komentar: